TNI ANGKATAN LAUT
Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dimulai dari dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945. BKR kemudian berkembang menjadi beberapa divisi, dimana BKR Laut, salah satu divisi awalnya, meliputi wilayah bahari / laut.
Badan Keamanan Rakyat Laut
Dibentuknya Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut) pada tanggal 10 September 1945 oleh administrasi kabinet awal Soekarno menjadi tonggak penting bagi kehadiran Angkatan Laut di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Terbentuknya BKR Laut ini dipelopori tokoh-tokoh bahariawan veteran yang pernah bertugas di jajaran
Koninklijke Marine selama masa penjajahan Belanda dan veteran
Kaigun selama masa pendudukan Jepang.
Faktor lain yang mendorong terbentuknya badan ini adalah adanya potensi
yang memungkinkan untuk menjalankan fungsi Angkatan Laut seperti
kapal-kapal dan pangkalan, meskipun pada saat itu Angkatan Bersenjata Indonesia belum terbentuk.
Tentara Keamanan Rakyat Laut
Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal
sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan
dan kemampuan yang dimilikinya. Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut
terbentuk, kapal - kapal peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang
diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi
tuntutan tugas sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu.
Kekuatan yang sederhana tidak menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi
Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun
kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu
mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam
rangka mendapatkan bantuan dari luar negeri.
Kepahlawanan prajurit samudera tercermin dalam berbagai pertempuran
laut dengan Angkatan Laut Belanda di berbagai tempat seperti Pertempuran Selat Bali, Pertempuran Laut Cirebon, dan Pertempuran Laut Sibolga. Operasi lintas laut juga mampu menyusun pasukan bersenjata di Kalimantan Selatan, Bali, dan Sulawesi.
Keterbatasan dalam kekuatan dan kemampuan menyebabkan ALRI harus
mengalihkan perjuangan di pedalaman, setelah sebagian besar kapal
ditenggelamkan dan hampir semua pangkalan digempur oleh kekuatan militer
Belanda dan Sekutu.
Sebutan ALRI Gunung kemudian melekat pada diri mereka. Namun demikian
tekad untuk kembali berperan di mandala laut tidak pernah surut. Dalam
masa sulit selama Pereang Kemerdekaan ALRI berhasil membentuk Corps
Armada (CA), Corps Marinier (CM), dan lembaga pendidikan di berbagai
tempat. Pembentukan unsur - unsur tersebut menandai kehadiran aspek bagi
pembentukan Angkatan Laut yang modern.
Pascapengakuan kedaulatan
Berakhirnya Perang Kemerdekaan menandai pembangunan ALRI sebagai Angkatan Laut modern. Sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar
(KMB), sejak tahun 1949, ALRI menerima berbagai peralatan perang berupa
kapal - kapal perang beserta berbagai fasilitas pendukungnya berupa
Pangkalan Angkatan Laut. Langkah ini bersamaan dengan konsilidasi di
tubuh ALRI, pembenahan organisasi, dan perekrutan personel melalui
lembaga pendidikan sebelum mengawaki peralatan matra laut. Selama
1949-1959 ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan
kemampuannya. Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir
yang saat ini disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL),
Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim sebagai
komando pertahanan kewilayahan aspek laut. Peralatan tempur ALRI pun
bertambah baik yang berasal dari penyerahan Angkatan Laut Belanda maupun
pembeliandari berbagai negara. Penyiapan prajurit yang profesional pun
mendapatkan perhatian yang besar dengan pendirian lembaga pendidikan
untuk mendidik calon - calon prajurit strata tamtama, bintara, dan
perwira, serta pengiriman prajurit ALRI untuk mengikuti pendidikan luar
negeri.
Dengan peningkatan kekuatan dan kemampuan tersebut, ALRI melai
menyempurnakan strategi, taktik, maupun teknik operasi laut yang
langsung diaplikasikan dalam berbagai operasi militer dalam rangka
menghadapi gerakan separatis yang bermunculan pada tahun - tahun 1950 hingga 1959. Dalam operasi penugasan PRRI di Sumatera, Permesta di Sulawesi, DI/TII di Jawa Barat, dan RMS di Maluku, ALRI memperoleh pelajaran dalam penerapan konsep operasi laut, operasi amfibi, dan operasi gabungan dengan angkatan lain.
Penambahan kekuatan
Pada saat kondisi negara mulai membaik dari ancaman desintegrasi, pada tahun 1959 ALRI mencanangkan program yang dikenal sebagai Menuju Angkatan Laut yang Jaya. Sampai tahun 1965
ALRI mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini dilatarbelakangi
oleh politik konfrontasi dalam rangka merebut Irian Barat yang dirasa
tidak dapat diselesaikan secara diplomatis. Berbagai peralatan tempur
Angkatan Laut dari negara Eropa Timur memperkuat ALRI dan menjadi
kekuatan dominan pada saat itu. Beberapa mesin perang yang terkenal di
jajaran ALRI antara lain kapal penjelajah (cruiser) RI Irian, kapal perusak (destroyer) klas 'Skory', fregat klas 'Riga', Kapal selam klas 'Whisky', kapal tempur cepat berpeluru kendali klas 'Komar', pesawat pembom jarak jauh Ilyushin IL-28, dan Tank Amfibi PT-76. Dengan kekuatan tersebut pada era tahun 1960-an ALRI disebut - sebut sebagai kekuatan Angkatan Laut terbesar di Asia.
Trikora
Ada beberapa operasi laut selama operasi pembebasan Irian Barat yang dikenal dengan sebutan Operasi Trikora
itu. Pada awal Trikora digelar, kapal -kapal cepat torpedo ALRI harus
berhadapan dengan kapal- kapal perusak, fregat, dan pesawat Angkatan
Laut Belanda di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962. Komodor Yos Soedarso beserta RI Macan Tutul tenggelam pada pertempuran laut tersebut. Peristiwa yang kemudian dikenang sebagai Hari Dharma Samudera itu memacu semangat untuk merebut Irian Barat secara militer. Pada saat itu ALRI mampu mengorganisasikan Operasi Jayawijaya
yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer
Indonesia. Tidak kurang dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit
disiapkan dalam operasi tersebut. Gelar kekuatan tersebut memaksa
Belanda kembali ke meja perundingan dan dicapai kesepakatan untuk
menyerahkan Irian Barat ke pangkuan RI.
Dwikora
Politik konfrontasi RI dalam melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim) dilanjutkan pada Operasi Dwikora untuk menentang pembentukan negara Malaysia.
Meskipun unsur - unsur Angkatan Bersenjata RI telah disiapkan dalam
operasi tersebut, namun operasi hanya sebatas pada operasi infiltrasi.
Prajutir - prajurit ALRI dari kesatuan KKO-AL terlibat dalam tahap ini.
Sementara unsur - unsur laut menggelar pameran bendera dalam rangka
mengimbangi provokasi oleh kekuatan laut negara - negara sekutu. Operasi
Dwikora tidak dilanjutkan seiring dengan suksesi pemerintahan di
Indonesia pasca Pemberontakan G 30 S/PKI.
Sejak tahun 1966 ALRI yang kemudian disebut dengan TNI AL mengalami
babak baru dalam perjalanan sejarahnya seiring dengan upaya integrasi
ABRI. Dengan adanya integrasi ABRI secara organisatoris dan operasional
telah mampu menyamakan langkah pada pelaksanaan tugas di bidang
pertahanan dan keamanan sehingga secara doktrinal, arah pengembangan
kekuatan dan kemampuan setiap angkatan menjadi terpusat. Kegiatan
operasi yang menonjol pada kurun waktu 1970-an adalah Operasi Seroja dalam rangka integrasi Timor Timur kepada RI. TNI AL berperan aktif dalam operasi pendaratan pasukan, operasi darat gabungan, dan pergeseran pasukan melalui laut.
Modernisasi
Mulai dasawarsa 1980-an TNI AL melakukan langkah modernisasi
peralatan tempurnya, kapal - kapal perang buatan Eropa Timur yang telah
menjadi inti kekuatan TNI AL era 1960 dan 1970-an dinilai sudah tidak
memenuhi tuntutan tugas TNI AL. Memburuknya hubungan RI - Uni Sovyet pasca pemerintahan Presiden Soekarno
membuat terhentinya kerja sama militer kedua negara. Oleh karena itu
TNI AL beralih mengadopsi teknologi Barat untuk memodernisasi kekuatan
dan kemampuannya dengan membeli kapal - kapal perang dan peralatan
tempur utama lainnya dari berbagai negara, diantaranya Korvet berpeluru
kendali kelas 'Fatahillah'dari Belanda, Fregat berpeluru kendali klas 'Van Speijk' eks- AL Belanda, Kapal selam klas 209/1300 buatan Jerman Barat, Kapal tempur cepat berpeluru kendali klas'Patrol Ship Killer' buatan Korea Selatan, dan Pesawat Patroli Maritim 'Nomad-Searchmaster'eks-Angkatan Bersenjata Australia.
Kegiatan non-tempur
Pada saat yang sama TNI AL mengembangkan militer non tempur yang berupa operasi bakti kemanusiaan Surya Bhaskara Jaya
di berbagai daerah terpencil di Indonesia yang hanya bisa dijangkau
lewat laut. Operasi ini berintikan kegiatan pelayanan kesehatan,
pembangunan dan rehabilitasi sarana publik, dan berbagai penyuluhan
dibidang kesehatan, hukum, dan bela negara. Kegiatan ini dilaksanakan
secara rutin setiap tahun hingga sekarang. Sejumlah negara juga pernah
berpartisipasi dalam kegiatan tersebut antara lain Singapura, Australia dan Negara Amerika Serikat.
TNI AL juga berupaya menggalakan pembangunan sektor kelautan jauh
sebelum Departemen Kelautan terbentuk, khususnya yang berhubungan dengan
aspek pertahanan dan keamanan di laut. Kegiatan - kegiatan nyata yang
dilakukan TNI AL adalah mendirikan badan - badan pengkajian pembangunan
kelautan bersama - sama dengan pemerintah dan swasta di beberapa daerah,
program desa pesisir percontohan yangterangkum dalam Pembinaan Desa
Pesisir (Bindesir), dan program Pembinaan Potensi Nasional menjadi
KekuatanMaritim (Binpotnaskuatmar). Dalam rangka menggelorakan jiwa
bahari bangsa, TNI AL menggelar event kelautan skala internasional yaitu
Arung Samudera 1995 yang berintikan Lomba Kapal Layar Tiang Tinggi dan perahu layar. TNI AL juga menjadi pendukung utama dicanangkan Tahun Bahari 1996 dan Deklarasi Bunaken 1998 yang merupakan manifestasi pembangunan kelautan di Indonesia.
1990-an
Selama dasawarsa 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa
kapal - kapal perang jenis korvet klas 'Parchim', kapal pendarat tank
(LST) klas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau klas Kondor.Penambahan kekuatan
ini dinilai masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih - lebih
pada masa krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi
namun perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh
TNI membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam
bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi
Armada yang tersusun dalam flotila - flotila kapal perang sesuai dengan
kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan
pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan
setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta. Pembenahan - pembenahan
tersebut merupakan bagian dari tekad TNI AL menuju Hari Esok yang Lebih
Baik.
Armada Pemukul
Kelas |
Foto |
Tipe |
Nama Kapal |
Negara Pembuat |
Catatan |
FRIGAT (10 kapal masih bertugas, 1 masih dalam pembangunan, 3 dalam tahap negosiasi dan perbaikan) |
Kelas Ahmad Yani |
|
Perusak Kawal Rudal |
KRI Ahmad Yani (351)
KRI Slamet Riyadi (352)
KRI Yos Sudarso (353)
KRI Oswald Siahaan (354)
KRI Abdul Halim Perdanakusuma (355)
KRI Karel Satsuit Tubun (356) |
Belanda |
Merupakan kapal ex Belanda Van Speijk Class yang telah dimodifikasi
baik navigasi maupun persenjataannya, salah satunya dengan memasang
rudal Yakhont dan C802 |
Kelas Fatahillah |
|
Frigat Ringan Berpeluru Kendali |
KRI Fatahillah (361)
KRI Malahayati (362)
KRI Nala (363) |
Belanda |
Perusak Berpeluru Kendali |
Kelas Ki Hajar Dewantara |
|
Frigat Latih |
KRI Ki Hajar Dewantara (364) |
Yugoslavia |
Digunakan sebagai frigat latih |
Kelas SIGMA 10514 |
|
Perusak Kawal Rudal |
SIGMA 10514 |
Belanda |
Sedang dibangun dan akan beroperasi mulai awal tahun 2017 |
Kelas Nakhoda Ragam |
|
Multi Role Light Frigate |
3 unit Nakhoda Ragam Class ex Brunei |
Britania Raya |
Berdasarkan pernyataan resmi dari Pejabat TNI AL, ke 3 kapal akan diakuisisi mulai tahun 2013-2014 |
KORVET (20 masih bertugas) |
Korvet Kelas Sigma |
|
Korvet berpeluru kendali |
KRI Diponegoro (365)
KRI Sultan Hasanuddin (366)
KRI Sultan Iskandar Muda (367)
KRI Frans Kaisiepo (367) |
Belanda |
Merupakan Korvet jenis SIGMA (Ship Integrated Modular Approach). Mulai bertugas 2007-2009 |
Korvet Kelas Parchim |
|
Korvet Anti Kapal Selam |
KRI Kapitan Patimura
KRI Cut Nyak Dien
KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376
KRI Imam Bonjol 383
KRI Pati Unus 384
KRI Teuku Umar 385
KRI Silas Papare 386
KRI Hasan Basri 382
KRI Untung Suropati 372
KRI Nuku 373
KRI Lambung Mangkurat 374
KRI Sutanto 377
KRI Sutedi Senoputra 378
KRI Wiratno 379
KRI Tjiptadi 381 |
Jerman |
Merupakan bagian dari pembelian 39 kapal ex-Jerman Timur oleh B.J.
Habibie pada tahun 1990-an pada masa pemerintahan Presiden Suharto. |
KAPAL SELAM (2 masih bertugas, 3 dalam proses
pembangunan) |
Kelas Cakra |
|
Kapal Selam |
KRI Cakra (401)
KRI Nanggala (402) |
Jerman |
Merupakan Kapal selam tipe 209/1300 buatan Jerman |
HDW Type 209/1400 |
|
Kapal Selam |
3 unit HDW Type 209/1400 |
Republik Korea |
Kapal Selam kelas changbogo dari korsel, Akan dikirim antara tahun 2015-2018 |
KAPAL CEPAT RUDAL |
Kelas Clurit |
|
Kapal Cepat Rudal 40 meter |
KRI Clurit (641)
KRI Kujang (642)
KRI Beladau (643) |
Indonesia |
Merupakan KCR yang dibuat oleh galangan lokal PT Palindo yang dipersenjatai rudal C-705 |
Kelas Mandau |
|
Kapal Cepat Rudal |
KRI Mandau
KRI Rencong 622
KRI Badik 623
KRI Keris 624 |
Republik Korea |
|
KCR-60 |
|
Kapal Cepat Rudal 60 meter |
3 unit KCR-60 |
Indonesia |
merupakan kapal cepat rudal yang mempunyai panjang 60 meter, yang sekarang ini tengah dibangun di PT PAL. |
Kapal Patroli Cepat 57 meter (FPB-57) |
Kelas Kakap |
|
Kapal Patroli Cepat VIP(FPB 57 Nav I) |
KRI Kakap (811)
KRI Kerapu (812)
KRI Tongkol (813)
KRI Barakuda (814) |
Indonesia |
kapal jenis FPB-57 generasi pertama buatan Lurssen, Vegesack, Jerman
yang dilisensikan ke PT PAL. Memiliki fasilitas helipad seukuran
helikopter NBO. |
Kelas Singa |
|
Kapal Torpedo(FPB 57 Nav II) |
KRI Andau (650)
KRI Singa (651)
KRI Tongkak (652)
KRI Ajak (653) |
Indonesia |
kapal jenis FPB-57 generasi kedua buatan Lurssen, Vegesack, Jerman
yang dilisensikan ke PT PAL. Mempunyai kemampuan sebagai anti kapal
selam dipersenjatai dengan torpedo. |
Kelas Pandrong |
|
Kapal Patroli Cepat (FPB 57 Nav IV) |
KRI Pandrong (801)
KRI Sura (802) |
Indonesia |
kapal jenis FPB-57 generasi IV buatan Lurssen, Vegesack, Jerman yang
dilisensikan ke PT PAL. Pada KRI Pandrong telah dipersenjatai dengan
rudal C-802. |
Kelas Todak |
|
Kapal Patroli Cepat (FPB 57 Nav V) |
KRI Todak (803)
KRI Hiu (804)
KRI Layang (805)
KRI Lemadang (806) |
Indonesia |
kapal jenis FPB-57 generasi V buatan Lurssen, Vegesack, Jerman yang
dilisensikan ke PT PAL. Dipersenjatai dengan rudal C-802 pada KRI Layang |
Armada Patroli
Kelas |
Foto |
Tipe |
Nama Kapal |
Negara Pembuat |
Catatan |
KAPAL PATROLI CEPAT Aluminium |
Kelas Boa |
|
Patroli cepat 36 meter Fiberglass |
KRI Boa
KRI Welang(809)
KRI Suluh Pari (809)
KRI Katon(810)
KRI Sanca(815)
KRI Warakas (816)
KRI Panana(817)
KRI Kalakay(818)
KRI Tedung Nagar(819) |
Indonesia |
Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (fasharkan) TNI AL yang mempunyai panjang 39-40 meter. |
Kelas Viper |
|
Patroli cepat 40 meter Fiberglass |
KRI Viper
KRI Piton (820)
KRI Weling(822)
KRI Metacora(823)
KRI Tedung Selar(824) |
Indonesia |
Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (fasharkan) TNI AL yang mempunyai panjang 39-40 meter |
Kelas Kobra |
|
Patroli cepat 36 meter Fiberglass |
KRI Kobra (867) 867
KRI Anakonda 868
KRI Patola (869)
KRI Taliwangsa (870)
KRI Kalagian |
Indonesia |
Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (fasharkan) TNI AL |
Kelas Tarihu |
|
Patroli cepat 40 meter Fiberglass |
KRI Tarihu 829
KRI Akura 830
KRI Birang (831)
KRI Mulga 832 |
Indonesia |
Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (fasharkan) TNI AL |
Kelas Krait |
|
Patroli cepat 40 meter Aluminium |
KRI Krait (827) |
Indonesia |
Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (fasharkan) TNI AL |
KAPAL PATROLI (SERANG) |
Kelas Badau |
|
Kapal Patroli (Attack Patrol Boat) |
KRI Badau (841)
KRI Selawaku (842) |
Singapura |
Kapal patroli hibah dari Brunei Darussalam. |
Kelas Sibarau |
|
Kapal Patroli (Attack Patrol Boat) |
KRI Sibarau (847)
KRI Siliman (848)
KRI Sigalu (857)
KRI Silea (858)
KRI Siribua (859)
KRI Waigeo (961)
KRI SIada (862) |
Australia |
|
Kelas Cucut |
|
Kapal Patroli |
KRI Cucut (886)
KRI Tenggiri 885 |
Singapura |
|
Armada Pendukung
Kelas |
Foto |
Tipe |
Nama Kapal |
Negara Pembuat |
Catatan |
LPD (Landing Platform Dock) |
Kelas Makassar |
|
Bantu Angkut Personel |
KRI Makassar 590
KRI Surabaya591 |
Republik Korea |
Keduanya dibangun di Korea Selatan |
Kelas Banjarmasin |
|
Bantu Angkut Personel |
KRI Banjarmasin 592
KRI Banda Aceh593 |
Indonesia |
Keduanya dibangun di PT PAL Indonesia |
Kelas Dalpele |
|
kapal bantu rumah sakit (BRS) |
KRI DR Soeharso (990) |
Republik Korea |
Kapal ini dulunya bernama KRI Tanjung Dalpele yang difungsikan
sebagai LPD. Pengubahan nama dilakukan setelah fungsinya berubah menjadi
rumah sakit terapung |
Kapal Amphibi |
Kelas Teluk Gilimanuk |
|
Kapal Angkut Tank |
KRI Teluk Gilimanuk (531)
KRI Teluk Celukan Bawang 532
KRI Teluk Cendrawasih (533)
KRI Teluk Peleng 535
KRI Teluk Sibolga 536
KRI Teluk Manado 537
KRI Teluk Hading 538
KRI Teluk Parigi 539
KRI Teluk Lampung 540
KRI Teluk Jakarta 541
KRI Teluk Sangkulirang (542)
KRI Teluk Cirebon 543
KRI Teluk Sabang 542 |
Jerman |
Merupakan bagian dari pembelian 39 kapal ex-Jerman Timur oleh B.J.
Habibie pada tahun 1990-an pada masa pemerintahan Presiden Suharto |
Kelas Teluk Semangka |
|
Kapal Angkut Tank |
KRI Teluk Semangka 512
KRI Teluk Penyu 513
KRI Teluk Mandar 514
KRI Teluk Sampit 515
KRI Teluk Banten
516 KRI Teluk Ende 517 |
Republik Korea |
|
Kelas LST 1-511 and 512-1152 (LST) |
|
Kapal Angkut Tank |
KRI Teluk Bayur 502, KRI Teluk Amboina 503, KRI Teluk Ratai 509, KRI Teluk Bone 511 |
Amerika Serikat |
LST bekas pakai USA saat Perang Dunia 2 |
Kelas LST 117 meter (LST) |
|
Kapal Angkut Tank |
KRI
KRI
KRI |
Indonesia |
Kemenhan memesan 2 LST buatan PT. Dok dan Perkapalan (DKB) Kodja Bahari, Jakarta. Kemenhan juga memesan 1 LST ke PT. Daya Radar Utama |
Kapal Penyapu Ranjau |
Kelas Kondor |
|
Kapal Penyapu Ranjau |
KRI Pulau Rote 721 KRI Pulau Raas 722 KRI Pulau Romang 723 KRI Pulau
Rimau 724 KRI Kelabang 826 KRI Pulau Rondo KRI Pulau Rusa 726 KRI Pulau
Rangsang 727 KRI Kala Hitam 828 KRI Pulau Rempang 729 |
Jerman |
Merupakan bagian dari pembelian 39 kapal ex-Jerman Timur oleh B.J.
Habibie pada tahun 1990-an pada masa pemerintahan Presiden Suharto |
Kelas Pulau Rengat |
|
Kapal Penyapu Ranjau |
KRI Pulau Rengat 711, KRI Pulau Rupat 712 |
Belanda |
|
Kapal Komando |
Kelas Multatuli |
|
Kapal Komando |
KRI Multatuli 561 |
|
0 komentar:
Posting Komentar